Jumat, 31 Mei 2019

Keramba Jaring Apung

Oleh "Ahmad Rukbi, SP. MM. M.Si"
Penyuluh Perikanan Kab Musi Rawas



Limbah pakan ikan bisa menyebabkan ikan dalam keramba mati percuma. Dengan temuan keramba berlapis, zat racun dalam limbah diharapkan dapat diminimalisasi.
Keramba merupakan tempat pemeliharaan dan budi daya ikan tradisional yang mirip tambak ikan. Jenis-jenis ikan tertentu dibudidayakan di dalam keramba untuk kemudian dipanen menurut usia ikan.
Di beberapa waduk dan danau, para pembudi daya ikan biasanya memanfaatkan air sebagai lahan budi daya ikan. Mereka menggunakan sistem keramba atau biasa dikenal dengan Keramba Jaring Apung (KJA).
Keramba ini memiliki beberapa manfaat. Keberadaan ikan di dalamnya akan lebih aman, sehingga memudahkan pemeliharaan.
Selain itu, dengan ukuran keramba yang terbatas, ikan dapat dipanen dengan mudah. Nilai ekonomisnya pun dapat langsung dihitung petani ikan.
Menurut Fachmijany, peneliti Pusat Penelitian Limonologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong, KJA disukai pembudi daya karena mudah dilakukan dan murah. Pembudi daya juga tidak takut kekurangan air ketika kemarau datang.
Sifat perairan danau yang masih dianggap sebagai common property (milik bersama) dan open access (sifat terbuka) menyebabkan pertumbuhan keramba jaring apung di berbagai tempat berkembang sangat pesat dan cenderung tidak terkontrol dan tak terkendali, katanya.
Fachmijany menambahkan saat ini hampir di setiap bendungan dan danau terdapat ribuan keramba. Waduk-waduk besar seperti Jatiluhur, Karang Kates, Cirata, Danau Maninjau, dan Singkarak penuh dengan jaring apung. Keberadaannya terkadang mengganggu pemandangan alami waduk dan danau yang bersangkutan.
Selain mengganggu pemandangan, maraknya keramba apung juga menghasilkan permasalahan tersendiri bagi lingkungan.
Menurut peneliti Limnologi LIPI Peter E Hehanusa, sistem pemberian makan pada keramba KJA menimbulkan masalah lingkungan.
Makanan buatan berupa pelet yang disebar di atas keramba, sebagian tidak termakan oleh ikan. Sisa makanan yang tidak termakan ini mengendap di dalam waduk dan menjadi racun bagi ikan-ikan itu sendiri.
Di Waduk Cirata, Cianjur, Jawa Barat, pada Oktober hingga Desemberi 2009 dilaporkan terdapat sekitar 50 ton ikan mati. Berdasarkan temuan dinas perikanan setempat, kematian ikan di kawasan ini diakibatkan oleh adanya arus balik atau upwelling yang dipicu oleh perubahan suhu air.
Peter mengatakan kondisi ini sangat mungkin terjadi. Air dalam danau yang dingin naik ke atas permukaan air yang hangat, akibat perbedaan kerapatan air.
Ini kemudian mengakibatkan air danau di bawah yang telah tercemar oleh sisa nutrien (sisa makanan ikan) tadi ke atas. Zat cemar yang naik ke atas menyebabkan air danau bagian atas kekurangan oksigen (O2).
Fahmijany menyatakan agar upwelling tidak mengakibatkan ikan mati, maka harus ada upaya untuk mengurangi racun di dasar danau yang disebabkan oleh sisa makanan yang tidak termakan tersebut. Jika kasus keracunan pada ikan sudah terjadi, artinya sisa makanan yang mengendap di dasar danau sudah di luar kemampuan alam untuk mendegradasinya. Sehingga dengan demikian, agar alam mampu mendegradasi, maka tingkat pencemaran nutrien harus dikurangi.
Keramba Berlapis
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fahmijany bersama dengan Triyanto, Lukman, dan Ami A Meutia, agar fenomena upwelling tidak menimbulkan kematian ikan, maka para peneliti menciptakan KJA dua tingkat yang mereka sebut dengan KJA berlapis.
Tujuan KJA berlapis agar pakan ikan yang tidak termakan pada keramba pertama dapat ditangkap oleh ikan pada keramba di bawahnya. Dengan demikian, pakan ikan yang terbuang akan jauh lebih sedikit, kata Triyanto.
Sistem KJA berlapis ini telah diterapkan di Waduk Cirata, Waduk Saguling, Waduk Jatiluhur, dan Danau Maninjau. Pada penelitian yang dilakukan di Danau Manijau, Sumatra Barat, para peneliti menggunakan dua KJA berlapis dengan ukuran 5 x 5x3 meter (m) untuk bagian dalam dan ukuran 12,5 x 6 x 5 m untuk bagian luar.
Pada setiap sudut jaring apung ini kemudian diberi bandul pemberat. Di bagian atas diikatkan rapi pada batang kayu yang disangga drum bekas sebagai pengapung.
Pada KJA lapis dalam ditebari benih ikan mas sebanyak 200 kilogram (kg) yang ditebar dalam 2 jaring. Sedangkan pada KJA lapis luar, yang lebih luas ditebar ikan jenis nila sebanyak 50 kg.
Hasil awal pemeliharaan selama 2,7 bulan menunjukkan keramba berlapis tidak mengalami kerusakan jaring. Ikan mas berkembang dari 200 kg menjadi 1.030 kg. Ikan nila berkembang dari 50 kg menjadi 150 kg. Semuanya dengan total pakan yang diberikan sebanyak 1.550 kg.
Hasil perhitungan konversi pakan ikan mas, yaitu jumlah pakan yang diberikan dengan kenaikan berat badan ikan sebesar adalah 1,87 atau setara dengan hasil produksi sebesar 53,54 persen. Sedangkan hasil konversi pakan total ikan (ikan mas dan ikan nila), yaitu sebesar 1,67 atau setara dengan produksi sebesar 60 persen.
Setelah mengetahui total pakan dan konversinya, maka beberapa hal lain perlu diketahui adalah pH, oksigen terlarut, nitrit (NO2) dan amoniak (NH3), dan suhu air. Ada kecenderungan kenaikan pH melampaui ambang batas.
Nilai pH air mencapai 9 di permukaan maupun di dasar perairan, sementara kisaran nilai pH untuk kehidupan ikan adalah pH antara 7,02 hingga 8,02.
Parameter lain, seperti kandungan O2 terlarut, NO2, dan NH3, serta suhu air masih berada dalam batas toleransi untuk kehidupan biota air, khususnya ikan. Hasil pengukuran oksigen terlarut berkisar antara 4,45 hingga 6,33 miligram (mg) per liter.
Sedangkan batas minimum oksigen terlarut untuk kehidupan ikan adalah 3 mg per liter. Kandungan nitrit berkisar antara 0,002 dan 0,012 mg per liter, sedangkan kadar NH3 berkisar antara 0,004 dan 0,043 mg per liter. Sementara nilai batas ambang kedua parameter tersebut 0,1 mg per liter untuk NO2 dan NH3 adalah 0,6 mg per liter.
Sedangkan parameter kesuburan air yang diukur dari kandungan nitrat (HNO3) dan fosfat menunjukan angka yang rendah.
Hal ini tecermin dari tingkat kecerahan yang cukup tinggi. Tampaknya kondisi perairan Danau Maninjau menunjukan kondisi yang membaik, mengingat hasil pengukuran sebelumnya pada tahun 2000 dan 2001 kecerahan danau masih relatif rendah, yaitu berkisar antara 1,5 2m, ujar Fahmijany. (hag/L-4)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar