Penyuluh Perikanan Kab Musi Rawas
Para
peternak burung, ayam, ikan, hingga lele biasanya akan memberi makan
ternaknya dengan pelet, namun siapa sangka ada belatung yang memiliki
kandungan protein tinggi yang bisa dijadikan alternative pakan ternak.
Pembudidayaan belatung ini juga menggunakan media sampah organik yang
dapat mengurangi suplai sampah organik yang selama ini terkadang menjadi
permasalahan. Seperti apa?
Mendengar kata belatung pastinya langsung
membuat si pendengar bergidik geli karena belatung identik dengan
sesuatu yang busuk. Namun belatung yang satu ini berbeda, belatung ini
bahkan memiliki kandungan protein yang tinggi dan dapat menjadi
alternative pakan ternak. Belatung ini bernama Maggot.
Seorang pria warga Banjar Dauh Pala, Desa Dauh Peken,
Kecamatan/Kabupaten Tabanan, bernama Putu Dwi Eka Jaya Giri, 37, pun
mulai membudidayakan Maggot sekitar enam bulan yang lalu. Menurutnya
ketika itu, ia melihat biaya untuk pakan ikan yang dipeliharanya cukup
mahal. Sehingga ia berfikir untuk mencari alternative pakan ternak yang
kandungannya tidak jauh berbeda dari pelet. “Saya berfikir dulu banyak
yang bilang kalau lele dikasi bangkai ayam, tetapi itu kan tidak
higenis. Kemudian kalau dikasi keong, selain sudah dicari juga akan
susah memisahkan daging dengan cangkangnya,” ungkapnya saat ditemui Rabu
(18/4) kemarin.
Kemudian,
Giri pun bertemu dengan kawannya peternak bebek yang kebetulan
mengkonservasi Maggot di luar negeri selama tiga hingga empat tahun.
Sehingga ia mendapatkan bibit Maggot dari kawannya tersebut dan mulai
dikembangkan. Dirinya lalu membuat lokasi budidaya di Banjar Periyukti,
Desa Wanasari, Kecamatan Tabanan. Ia dibantu dua orang karyawan asal
Serang, Banten.
“Karena kebetulan mertua memiliki lahan di Banjar Periyukti, jadi saya buat budidaya disini,” imbuhnya.
Dan yang lebih membuat dirinya yakin
untuk memulai budidaya tersebut karena media yang digunakan adalah
sampah organik basah berupa sisa buah, sayuran, dan makanan yang selama
ini selalu menjadi persoalan. Karena baunya yang menyengat ketika
membusuk. Terlebih dalam kotak berukuran 2 x 1 meter yang digunakan
sebagai tempat berkembangnya Maggot, dibutuhkan media sampah organik
basah 10 kilogram per harinya.
Saat ini Giri memiliki 57 kotak,
sehingga dalam sehari ia membutuhkan 570 kilogram sampah organik sampah,
atau sekitar 17 ton per bulan. “Dan sejauh ini saya dapatkan sampah
organik basah dari rumah tangga. Awalnya memang sulit untuk meminta
masyarakat memilah sampah, sehingga saya bentuk bank sampah. Jadi setiap
satu kilogram sampah masyarakat akan mendapatkan 1 poin yang bisa
dikumpulkan dan ditukarkan dengan sembako dan alat elektronik,” papar
Giri.
Ayah satu orang anak ini kemudian
menjelaskan langkah-langkah dalam membudidayakan Maggot tersebut, yaitu
dimulai dari meletakkan bibit Maggot yang disebut Pre-pupa di dalam
ruangan perkembangbiakan selama 14 hari. Setelah itu maka Pre-pupa akan
berubah menjadi lalat Black Soldier Fly (BSF). Kemudian lalat BSF betina
akan menghasilkan telur pada media kayu yang ditumpuk, selanjutnya
lalat-lalat itu akan mati.“Ini bukan lalat hijau, jadi lalat ini hanya
hidup 7 hari saja, setelah bertelur dia mati. Bertelurnya pun media kayu
yang sudah ditumpuk, bukan makanan. Sepasang lalat bisa menghasilkan
500 sampai 900 butir telur,” jelasnya.
Selanjutnya telur-telur lalat BSF
tersebut akan ditimbang seberat 5 gram untuk kemudian dipindahkan ke
media dedak dan ditetaskan dalam waktu 4 sampai 5 hari. Setelah
telur-telur menetas, baru lah dipindahkan ke kotak biopond yang medianya
berupa sampah organic basah selama 15 hari agar Maggot bisa dipanen.
“Satu kotak dapat menghasilkan 20 kilogram Maggot, dan sejauh ini hasil
panen baru diambil oleh teman-teman yang mau mengembangkan Maggot ini
dan kita gunakan pribadi untuk pakan lele dan ikan,” sambungnya.
Selain untuk pakan lele dan ikan
berbagi jenis, Maggot juga bisa sebagai pakan burung, ayam petarung,
bebek, hingga kura-kura lantaran kandungan protein yang tinggi yakni
mencapai 46,48 persen, serat 4,32 persen, lemak 23,53 persen, kalsium
2,39 persen, fospor 1,03 persen, energy metabolis 3457 kkal/kilogram,
sedangkan pelet ikan lele proteinnya hanya 30 sampai 42 persen. Namun
saat ini harga Maggot perkilogramnya bisa terbilang cukup mahal yakni Rp
75.000 per kilogramnya karena masih jarang yang membudidayakan,
disamping itu harga bibitnya juga mahal yakni Rp 150.000 hingga Rp
200.000. “Tetapi bukan tidak mungkin kedepannya harga Maggot bisa lebih
terjangkau setelah banyak yang minat dan membudidayakan. Apalagi ikan
dan lele itu sangat suka Maggot ini,” lanjut Giri.
Disamping itu, media bekas
berkembangkan Maggot yang disebut Kasgot juga bisa dijadikan pupuk yang
sejauh ini masih digunakannya secara pribadi. Kedepannya ia juga ingin
pupuk organic tersebut bisa dikemas dengan baik dan digunakan oleh para
petani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar